Senin, 05 Maret 2012

Rawa Tripa


Tak banyak orang yg tahu dimana rawa tripa, bahkan bagi orang aceh sekalipun. Selain hanya nama“tripa” saja yg lebih familiar ditelinga meskipun tak mengerti asal-usul makna dibaliknya. Padahal Jika kita cari di mesin pencari semisal google maka akan menampilkan begitu banyak referensi tentang rawa tripa melampui kepopuleran “Nagan Raya” Provinsi aceh sebagai nama kabupaten dimana beradanya Rawa Tripa. Nama Tripa Merupakan sebuah nama kemukiman (mukim:kumpulan beberapa Desa yg dipimpin oleh seorang Imum mukim) yg sekarang telah menjadi salah satu kecamatan Pemekaran Baru di Nagan Raya. Sesuai namanya sebagian besar lahan Rawa tripa berada di Daerah Tripa Nagan Raya dan sebagian nya lagi berada di Kabupaten Aceh Barat Daya.
Rawa tripa merupakan salah satu dari rawa gambut yg masih tersisa di Sumatra dan tiga rawa yg tersisa di Aceh setelah Rawa kluet dan rawa Singkil. Kedua Rawa yg terakhir telah masuk kedalam kawasan hutan lindung. Sedangkan rawa tripa statusnya masih mengambang dan menjadi perdebatan antara pemerintah dan management leuser. Namun demikian hal itu tidak menyurutkan upaya perambahan Ilegal maupun Pembukaan lahan untuk tujuan Perkebunan, baik secara Konvensiona oleh Masyarakat, maupun Secara Modern dalam skala besar oleh Perusahaan-perusahaan yg telah mengantongi HGU dari pemerintah. Tercatat tak kurang dari 5 perusahaanbesar yg telah mengantongi HGU di Rawa Tripa bergerak di bidang perkebunan sawit kini Telah mengeksploitasi dan melakukan pengeringan lahan gambut di Rawa Tripa secara Sistemastis. Dari 61.803 ha luas hutan Tripa, yang tersisa kini hanya 31.410 ha saja.
Rawa Tripa dikenal mempunyai banyak fungsi dan kemampuanya yg besar dalam meyimpan karbon, yaitu sekitar 50 dan 100 juta ton Karbon. Jumlah karbon yg tersimpan di rawa gambut (sekitar 1.300 ton/ha) hampir sepuluh kali lipat lebih besar daripada karbon yg tersimpan diatas permukaan Tanah yaitu sekitar (110 ton/ha) hal ini dikarenakan ketebalan Gambut Rawa Tripa umum nya lebih dari 3 meter.
Rawa juga tempat tinggalnya beberapa Flora dan fauna Langka seperti Orang Hutan, Harimau Sumatera, beruang, Kayu Seumantok (sejenis kayu yg sudah sangat langka), Kayu Ulin serta bermacam tanaman obat yg tak ternilai harganya.
Rawa tripa juga berfungsi sebagai penyimpanan air tawar, sumber mata pencaharian ikan lele, Lokan, madu lebah dan rotan bagi masyarakat sekitar. Selain itu Rawa tripa mempunyai peran sebagai Zona penyangga (Buffer Zone) ketika gelombang Tsunami melanda Aceh.
Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian Unsyiah, Prof. Dr. Zainal Abidin, akar dari semua masalah yang ada muncul karena pemahaman yang keliru terhadap peran, fungsi dan manfaat Rawa Tripa. Selama ini ada pandangan jika Rawa Tripa dibiarkan apa adanya seolah rawa itu menjadi sumber daya alam yang tidak berguna. Pandangan seperti itu telah mendorong konversi Rawa Tripa untuk peruntukkan sawit yang “dianggap” lebih bernilai ekonomisIa memberi ilustrasi tentang banjir bandang yang terjadi di Aceh Timur dengan total kerugian 14 kali lipat pendapatan daerah dari sektor kehutanan pada tahun terjadinya bencana tersebut. Itu artinya, akumulasi pendapatan dari sektor kehutanan selama 14 tahun, musnah hanya dalam sehari!!
Hingga kini pemerintah terus memberikan izin konvensi (Alih Fungsi) rawa tripa menjadi perkebunan, hal itu menyebabkan penurunan muka tanah lahan gambut rawa tripa antara 5 sampai dengan 10 cm pertahun.
jika tidak ada upaya yg serius dan Kongkrit oleh semua Element dalam menyelamatkan Rawa tripa dan pemukiman sekitarnya yg terletak di bibir Samudera Hindia, Penurunan terus menerus muka tanah di rawa tripa tersebut dapat menyebabkan tenggelamnya Daerah tersebut ke dalam Laut paling lambat diperkirakan sekitar tahun 2025. Jika itu terjadi kita hanya akan menemukan nama “Rawa Tripa” dalam Literatur sejarah yg akan di baca oleh anak cucu kita, seperti halnya kita cuma bisa mendengar nama Spesies Harimau Jawa dan Harimau Bali yg telah Punah.

PUNCAK Gunung Abong-Abong (2985mdpl)


Puncak Gunung Abong-Abong (2985 mdpl) adalah satu-satunya puncak Gunung yang terletak di dua kabupaten yaitu di kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Nagan Raya yang memiliki ekosistem hayati yang bervariasi dan memiliki curah hujan yang tinggi dan gunung ini termasuk dalam spesifikasi Stratovulkano.menurut data yang diperoleh dari peneliti Belanda pada tahun 1851 yang bernama v.v voolstjen. Bahwasanya Gunung Abong – Abong memiliki kadar epidermis Batu bara yang tinggi dan puncak serta pendukung counturenya yang jarang kelihatan membuatnya kesulitan menentukan bebatuan lainnya yang memiliki kadar logam sempurna. Dan juga, di gunung ini menurut voolstjen terdapat dua spesies hewan yang tidak dimiliki gunung lain, semisal ekosistem Leuser, yaitu gajah dan badak. Kedua spesies ini juga menjadi pendukung terjadinya proses “ rantai makanan sempurna “ pada kawasan ini, tanpa menyisihkan spesies kecil llainnya dalam peran berkompetisi pada ihwalnya. Ia juga mengisyaratkan pada peneliti llainnya, yang memakai acuan pertambangan agar menentukan juga kesulitan yang terjadi dan terbentuk oleh pergeseran alam.
Pada awal 1960an ditegaskan bahwa gunung Abong – abong ini tidak pernah ada pendaki yang telah menapaki kakinya pada puncak gunung ini, kecuali para pandaki Belanda yang membuat pilar puncak (triangulasi).
Pada tahun 2001, kawasan pegunungan Abong- abong diawali oleh penetapan pendukung kawasan ekosistem leuser sebagai “ penyedia air “ bagi “paru-paru dunia” tersebut.
Akibat adanya indikator seperti itu, kawasan gunung Abong-abong ini ditetapkan masuk kedalam Ekosistem Ulu Masen setelah adanya proses pengelompokan Spesies, Keanekaragaman Hayati, Kondisi Penyedia Air, Letak Geografis, dan Penetapan Keadaan Counturenya (Penelitian Khusus Bakosurtanal).
Suatu kebanggaan bagi kita memiliki kekayaan alam yang berlimpah ruah. Dan kita sebagai putra bangsa sudah seharusnyalah lebih mengenal dan mempelajari alam. Karena kita adalah putra Indonesia yang akan mewariskan kekayaan alam ini kepada anak cucu kita nantinya kelak. Semoga.